Halo teman-teman semua, kali ini saya akan berbagi artikel yang saya temukan di twitter. loh kok dari twitter? ya, di twitter saya memfollow beberapa akun yang fokus dalam membahas public health. Sebenarnya saya lebih menyukai membahas masalah yang bersinggungan langsung dengan kehidupan saya, tetapi kali ini, saya memilih membahas vape/rokok elektrik karena saya tahu, beberapa rekan saya menggunakannya. Semoga artikel ini dapat membantu mereka dalam memilih keputusan yang baik, untuk kesehatannya.
Teman-teman pasti tidak asing dengan rokok elektrik/vape, saat kemunculannya, bagai cendawan di musim penghujan, booming sekali. Bahkan tempat nongkrong/kafe khusus vape juga banyak tersebar. Vape juga pernah disebut sebagai alternatif merokok lebih aman (well, namanya barang baru keluar, blm banyak studi ttg vaping). Celakanya, hal ini malah dibuat alibi untuk terus menggunakan vape dengan dalih “ah banyak yang make juga kok, ah ga dilarang kok, lebih sehat dari rokok konvensional kok”. Bahkan jika ada yang mengatakan dampak buruk vape, masih ada saja yang ngeles dengan bilang “itu sih pertarungan bisnis antara rokok konven dengan rokok elektrik”. Maka perkenankan saya membahas studi yang sangat bermanfaat ini, agar gugur sudah kewajiban saya sebagai seorang kesmas, untuk selalu mengingatkan masyarakat kepada pola hidup sehat termasuk hindari rokok/vape.
Saya mendapat artikel ini dari harvard t.h chan school of public health, berjudul : Bahan kimia pada penyedap/flavour (liquid) vape yang dapat merusak fungsi paru-paru.
Diasetil dan 2,3-pentanedione merupakan dua zat kimia yang umum digunakan untuk penyedap/flavour/liquid (selanjutnya kita sebut flavour saja ya guys) pada vape. Kedua bahan ini dapat merusak produksi dan fungsi dari silia (tonjolan seperti antenna yang melindungi paru-paru manusia). Silia berperan penting dalam menjaga saluran napas agar selalu bebas dari lendir dan benda asing yang membahayakan. Terganggunya silia, dapat dikaitkan dengan penyakit paru obstruktif kronis (ppok) dan asma.
Meskipun diasetil umum digunakan, dan aman sebagai bahan tambahan pangan (terdapat pada flavour butter pada kemasan popcron-yang harus dimasak di microwave, permen, dan makanan panggang), namun sangat berbahaya jika terhirup. Dampaknya adalah dapat mempengaruhi ekspresi gen yang berkaitan dengan produksi dan fungsi silia pada saluran napas. Vape telah digunakan oleh jutaan orang, dan penggunanya meningkat pada usia sekolah. Tingginya pengguna vape, tidak sejalan dengan penelitian mengenai bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya.
Kasus bronkiolitis obliterans (penyakit yang melemahkan paru-paru, disebut juga paru-paru popcorn), pernah dialami oleh pekerja yang menghirup aroma butter pada popcorn microwave di fasilitas pengolahan popcorn. Sejak saat itu, 2,3-pentanedione digunakan sebagai substitusi dari diasetil.
Penelitian ini dipublikasikan pada 1 Februari 2019 dalam Scientific Report, dan menjadi studi pertama yang melihat dampak bahan kimia flavour pada sel epitel di saluran napas manusia. Pada penelitian ini, epitel bronkial manusia normal diberi pajanan diasetil dan 2,3-pentanedione selama 24 jam, dan mendapat kesimpulan bahwa kedua bahan tersebut mempengaruhi ekspresi gen yang mengganggu produksi dan fungsi silia. Peneliti juga menemukan bahwa, meskipun kita menghirup dua zat tersebut hanya sedikit/pada level yang sangat rendah, kedua zat tersebut tetap mempengaruhi ekspresi gen. Sehingga tak ada standar batas aman untuk pengguna vape, bahkan standar aman bagi pekerja (yg bekerja menggunakan 2 bahan tersebut) saat ini sudah tidak efektif lagi.
Masih menurut peneliti, para pengguna vape memanaskan dan menghirup flavournya, padahal tak ada uji keamanan inhalasinya. Meskipun beberapa produsen vape mengklaim tidak menggunakan diasetil dan 2,3-pentanedione, justru yang jadi pertanyaan, mereka pake bahan kimia apa? Para pekerja yang bersentuhan dengan bahan-bahan tersebut saja mendapatkan peringatan mengenai bahayanya jika menghirup bahan kimia flavour, lantas mengapa pengguna vape tidak diberi peringatan yang sama?
Penggunaan vape merupakan tugas besar para praktisi kesehatan masyarakat untuk dapat mengedukasi mereka, agar kelak vape tak lagi menjadi pe-er public health dimasa mendatang, karena masyarakat sudah sadar akan dampak buruknya bagi kesehatan.
Referensi : Hae-Ryung Park, Michael O’Sullivan, Jose Vallarino, Maya Shumyatcher, Blanca E. Himes, Jin-Ah Park, David C. Christiani, Joseph Allen, dan Quan Lu. Transcriptomic response of primary human airway epithelial cells to flavoring chemicals in electronic cigarettes. Scientific Reports, February 2019. http://www.hsph.harvard.edu
Artikel ini sebelumnya tayang di wattanabe.wordpress.com, dengan judul ” Bahaya pada liquid/penyedap/flavour vape” 07.02.19